MAKALAH
KONSTANTINUS DAN
PENGARUHNYA
DALAM SEJARAH
GEREJA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat dalam
Menyelesaikan
Mata kuliah Sejarah Gereja Umum
Pada Sekolah Tinggi Teologia Jaffray Makassar
Disusun oleh:
Amir
Sumitro
Kons
: Teologi
NPM
: 16012472
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut
kamus Umum bahasa Indonesia, Sejarah Merupakan “kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau”.[1] Oleh
sebab itu, berbicara Sejarah Gereja berarti berbicara mengenai kejadian atau
peristiwa yang benar-benar terjadi dalam sejarah gereja pada masa lampau. Lalu,
apakah sebenarnya yang dimaksud dengan gereja? Apakah gedungnya? Organisasi,
atau manusianya? Banyak orang Kristen
yang memahami Gereja dalam arti yang sempit, dimana “Gereja” hanya dipahami
sebagai sebuah gedung atau bangunan. Pemahaman ini tentu tidak salah, namun
jika ditinjau sisi etimologi, gereja sebenarnya tidak bisa dipahami hanya
sebatas gedung atau bangunan saja.
Gereja
berasal dari kata dalam bahasa Portugis, Igreya,
dimana kata ini memiliki keterkaitan dengan kata Kiryake, yang berarti milik Tuhan.[2] Sedangkan dalam Perjanjian Baru kata yang
dipakai untuk persekutuan orang percaya adalah Eklesia yang berarti dipanggil keluar.[3]
Jadi secara hurufiah, Gereja dapat diartikan sebagai sebuah persekutuan
orang-orang percaya yang telah dipanggil atau dipisahkan dari kegelapan kedalam
terang Kristus.
Dalam
perkembangannya, istilah gereja kini dapat dipahami dalam berbagai konteks,
namun secara garis besar, Erastus sabdono membagi dua pemahaman umum mengenai
istilah gereja, yakni gereja yang kelihatan dan gereja yang tidak kelihatan.[4] “Gereja
yang kelihatan adalah gedung dan organisasinya, sedangkan gereja yang tidak
kelihatan adalah persekutuan orang percaya dari segala zaman, tempat dan suku
bangsa”.[5] Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa sejarah gereja adalah satu cabang ilmu
teologi yang khusus membahas tentang peristia-peristiwa yang terjadi dalam Gereja
pada masa yang lampau. Dalam bukunya De jonge, menyimpulkan bahwa ilmu sejarah
gereja meliputi bagaimana hidup manusia dipengaruhi dan diubah oleh keselamatan
yang diberikan Allah dalam Yesus Kristus.[6]
Sejak
lahirnya jemaat mula-mula sampai hari ini, gereja telah banyak mengalami
perubahan dalam berbagai aspek. Hal ini disebabkan oleh banyaknya peristiwa-peristiwa
penting yang terjadi dalam Gereja. Sejarah Gereja sangat penting dipahami oleh
setiap orang Kristen secara khusus bagi para pelayan Tuhan yang akan melayani
di gereja, karena Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena riil yang terjadi dalam
Gereja zaman sekarang, yakni adanya persaingan antara Gereja, baik secara
terang-teragan, maupun secara terselubung. Persaingan yang penulis maksudkan
bahwa gereja saling berlomba dan
berusaha untuk menjadi gereja besar, dengan gedung yang besar, dan sejumlah
prestasi fisik lainnya.
Salah
satu penyebab ketidakharmonisan hubungan antar gereja, bahkan sering
menimbulkan perdebatan, khususnya di kalangan protestan adalah, karena
banyaknya orang Kristen yang tidak memahami sejarah, sehingga selalu menganggap
dirinyalah yang paling baik dan benar. Hal ini juga dapat dilihat dengan
diadakannya debat-debat teologi antar denominasi gereja. sehingg apa yang
sering kali diperdebatkan oleh orang-orang Kristen pada zaman sekarang, merupakan
hal-hal yang telah dibahas dan diselesaikan oleh para tokoh-tokoh sejarah Gereja
sebelumnya, akan tetapi banyak orang Kristen tidak mau belajar dari sejarah
Gereja.[7]
Penulis ingin mengutip Pernyataan dari
presiden pertama Indonesia, berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa para pahlawannya”. Belajar sejarah gereja adalah salah satu
cara kita dalam mewujudkan penghargaan kita terhadap para pahlawan dalam
sejarah Gereja. Oleh sebab itu, dalam makalah ini penulis akan membahas salah
satu tokoh yang sangat berperan penting dalam sejarah Gereja yaitu Konstantinus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang kehidupan
Konstantinus
Latar
belakang kehidupan konstantinus tidak begitu jelas, hal ini dikarenakan kebanyakan
penulis sejarah Gereja tidak begitu menekankan latar belakang hidupnya
melainkan bagaiman ia berkarya dan dampaknya bagi sejarah Kekristenan. Dalam
beberapa sumber pun penulis menemukan beberapa perbedaan mengenai tahun
kelahirannya. Menurut Robert Don Hughes,
Flavius
Valerius Constantinus (Konstaninus), dilahirkan sekitar tahun 273 M. Di kota
Naissus di provinsi Moesia Romawi, sebuah wilayah kuno di Eropa Tenggara yang
belakangan disebut Serbia. [8]
Sementara yang lainnya mengatakan bahwa ia lahir tahun 274. Dia adalah putera
dari seorang ibu bernama Helena dan Constantius seorang anggota keluarga Romawi yang penting, yang
menjabat sebagai Caesar Romawi Barat (293-305), dan kemudian menjadi Augustus
Romawi Barat (305-306).[9]
Ketika ayahnya menceraikan istrinya
Helena, pada tahun 292 Konstantinus dikirim dan menetap di istana Kaisar.[10]
Ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi seorang Agustinus yang merupakan
bakal pemimpin untuk belajar. Ia tinggal di istana selama beberapa tahun, namun
pada tahun 306, Konstantinus secara diam-diam meninggalkan istana dan
mengunjungi ayahnya yang sedang sakit di Boulogna, lalu membawahnya kembali ke
Inggris, namun sayang pada tanggal 25 Juli 306, Konstantius Khlorus meninggal
dunia di York.[11]
Tidak lama setelah kematian ayahnya,
Konstantinus dengan segera diangkat oleh
pasukan Inggris menjadi Augustus barat menggantikan ayahnya.[12]
Konstantinus menerima pengangkatan itu, walaupun Galerius hanya mengakui
Konstantinus sebagai kaisar barat, karena sebenarnya yang diangkat menjadi Augustus
barat menggantikan Konstantius khlorus adalah Severus.[13]
Dalam waktu yang bersamaan Maxentius juga diangkat sebagai pemimpin oleh kepala
pasukan, sehingga Galerius memerintahkan untuk menyerang Maxentius, akan tetapi
Severius menolak melaksanakan perintah itu. [14]
Menurut William, Pada tanggal 3 Mei 311
Galerius meninggal dunia, sehingga Maximinus Daia mengambil Asia kecil sebagai
wilayahnya, yang sebanarnya merupakan wilayah Licinius.[15]
Dengan demikian terdapat 4 orang Augustus, yaitu Maximinus, Konstantinus,
Licinius, dan Maxentus. Namun pada tahun 312, Terjadilah pertempuran di
jembatan Milvian dekat kota Roma, yang kemudian membuat Konstantinus berhasil
mengalahkan Maxentius untuk dapat memasuki kota Roma dengan kemenangan.[16]
Dengan kemenangan ini artinya Sekarang konstantinus menjadi Augustus tunggal
atas kekaisaran Romawi karena Maxeminus juga dikalahkannya pada tahun
berikutnya yaitu tahun 313.[17]
Ada satu cerita yang sangat terkenal sebelum ia berperang melawan
Maxeminus. Dimana Konstantinus mendapat suatu penglihatan, yakni sebuah salib
yang gemilang di udara dengan tulisan ini: “Menanglah dengan perantaraan tanda
ini”.[18]
“Walaupun hikhayat ini barangkali tidak benar, tapi ada banyak bukti bahwa
konstantinus telah masuk Kristen kira-kira pada tahun 312 ( dia baru dibabtiskan
menjelang ajalnya tahun 337)”[19]
Dalam sumber yang lain, mengatakan bahwa konstantinus ragu-ragu dengan
penglihatan itu, sehingga pada waktu tidur, ia melihat Kristus bersama-sama
dengan tanda yang telah dilihatnya tersebut.[20]
Tanda yang dimaksudkan itu adalah Chi dan Rho yang merupakan dua huruf pertama
dalam bahasa Yunani untuk kata Kristus, dimana menurut Robert, pada masa itu
tanda ini telah menjadi simbol kekristenan.[21]
William juga menceritakan bahwa dalam mimpinya itu Kristus memberi perintah
kepadanya agar dibuat sebuah gambar dari tanda itu dan dipergunakannya sebagai
pertolongan melawan musuh. [22]
Peran Konstantinus Dalam Sejarah
Gereja
Menurut
penulis, Peran Konstantinus dalam sejarah gereja dapat dilihat secara jelas
apabila melihat bagaimana keadaan Gereja sebelum zaman Konstantinus dan
bagaimana ia berperan dalam sejarah Gereja sehingga Gereja mengalami perubahan
yang begitu nyata dalam berbagai aspek.
Keadaan
Gereja Pra-Konstantinus
Dunia tempat Gereja
mulai timbul adalah kekaisaran Romawi. Itulah sebabnya ketika kita membahas
sejarah Gereja kita tidak bisa terlepas dari topik kekaisaran Romawi. Gereja
lahir pada hari pencurahan Roh kudus yang dikenal dengan hari pentakosta. Para
murid dikuasai Roh Kudus sehingga dengan berani mereka bersaksi dan
memberitakan Injil dan membawah semakin banyak orang menjadi percaya, meskipun ditengah
berbagai tantangan, penolakan bahkan penganiayaan . Sejak hari pentakosta
sampai masa Konstantinus, Agama Kristen tidak pernah diakui sebagai sebuah
agama resmi. Gereja selalu diancam oleh penghambatan-penghambatan yang
sewaktu-waktu terjadi [23]. Hal
ini disebabkan karena apa yang dilakukan oleh orang Kristen pada masa itu
berbeda dengan gaya hidup masyarakat disekitarnya, terutama penolakan mereka
untuk mempersembahkan persembahan kepada dewa-dewi sehingga dicurigai sebagai
musuh negara.[24] Di tempat-tempat tertentu
tiba-tiba rakyat mulai menyiksa dan menganiaya kaum Kristen, hingg Sekitar
tahun 250 penghambatan orang Kristen terjadi secara sistematis di seluruh
negara atas perintah kaisar Romawi.[25] Puncak
penganiayaan terjadi pada tahun 303-311 ketika Diocletianus menjadi kaisar
Romawi, sekaligus merupakan penganiaayaan terakhir bagi orang Kristen.[26] Banyak
orang Kristen dan para penginjil yang mati syahid, akan tetapi kekristenan
tidak hilang melainkan semakin merambat. Seperti perkataan Tertulianus, seorang
pembela Agama Kristen “Darah para syahid menjadi benih Gereja”.[27]
Sikap
dan Tindakan Konstantinus yamg mengubah Gereja
Pada
Tahun 313 Konstantinus bersama-sama dengan Linicius mengeluarkan edik toleransi
yang dikenal dengan Edik malino, yang isinya menyatakan bahwa agama Kristen
diberi kebebasan penuh untuk melaksanakan ibadahnya, dan mempunyai hak yang sama
dengan agama-agama lainnya, bahkan semua Harta milik Gereja yang disita selama
penghambatan, seperti gedung-gedung gereja, tanah milik gereja dikembalikan
kepada Gereja atau diganti rugi.[28] Licinius
awalnya menyetujui Edik Milano itu juga berlaku di wilayahnya, akan tetapi
beberapa tahun kemudian ia menolak memberlakukan Edik Milano tersebut, bahkan
ia mulai menganiayaan orang Kristen, akibatnya, membuat Konstantinus akhirnya menyerang dan
mengalahkan Linicius, namun tidak membunuh Linicius karena permintaan adiknya.[29]
Pada tahun 324 Licinius
meninggal dunia di Tesalonika, secara otomatis, Konstantinus menjadi penguasa tunggal
atas seluruh wilayah kekaisaran Romawi, Ia berhasil mempersatukan lagi
kekaisaran Romawi yang dulunya sempat terpecah itu.[30]
Kekristenan tidak dapat
dihambat oleh apapun bahkan dengan kekuatan yang paling kuat sekalipun. Hal ini
disadari betul oleh Konstantinus sehingga Perlakuan Konstantinus terhadap agama
Kristen tidak sama dengan kaisar-kaisar sebelumnya.[31]
Namun walaupun pada saat itu agama Kristen telah diberikan kebebasan untuk
berkembang dan melaksanakan ibadahnya, agama Kristen belum diakui sebagai agama
resmi, oleh kekaisaran romawi, barulah pada tahun 380 setelah pemerintahan
kaisar Theodorus agama Kristen dijadikan agama resmi di kekaisaran Romawi.[32]
Perhatian
Konstantinus terhadap Gereja sangat besar, bahkan ia memberikan
keistimewaan-keistimewaan kepada pemimpin-pemimpin Kristen, walaupun
tindakannya itu kadang dilakukan dengan maksud politis, karena ia pun belum
resmi menjadi Kristen.[33]
Bahkan ia juga banyak terlibat langsung dalam mengusahakan perdamaian antara
golongan Donatus dengan gereja yang resmi di Afrika. Dalam banyak kesempatan ia
juga bahkan membiayai dan mempelopori konsili, Hingga pada akhirnya dia harus
mengeluarkan keputusan untuk menyita gedung ibadah Donatisme. [34]
Pada tahun 321
dikeluarkan keputusan bahwa hari minggu adalah hari libur umum di kota-kota.[35]
Sekalipun Konstantinus cenderung kepada agama Kristen, namun kekafiran tidak
dilarangnya. Dalam mata uang yang keluarkannya nampak gambar yang yang
merupakan singkatan dari nama Kristus (X:ch dan P:R=Christs=Kristus) namun
disisi lainnya terlukis tulisan Sol
Invictus[36]
( dewa matahari).
Sebelum
meninggal pada tanggal 22 Mei 337, Konstantinus menerima sakramen babtisan
kudus diatas tempat tidurnya dari tangan Eusebius, Uskup Nicomedia, seorang
Arian yang baru saja dipanggil dari pembuangan.[37]
Pada
tahun 380 theodosius mengeluarkan Edikt, dimana
agama Kristen dijadikan sebagai agama negara, sehingga semua warga negara
Romawi diwajibkan menjadi anggota gereja katholik atau ortodoks. dengan
kebebasan ini, gereja juga diberi kesempatan untuk mendiskusikan mengenai
ajaran secara terbuka, Sehingga ancaman perpecahan Gereja bukan lagi datangnya
dari luar tetapi dari dalam Gereja itu sendiri, dimana mulai timbul
pertikaian-pertikaian tentang ajaran atau doktrin gereja, akhirnya beberapa
kali harus diadakan konsili.
Demikianlah
Gereja bukan lagi merupakan kelompok yang diancam, melainkan lembaga yang
dihormati, akibatnya banyak orang yang menjadi Kristen dan suasana gereja pun
menjadi lain. Penyimpangan demi penyimpangan dari ajaran asli Alkitab mulai
terjadi. Dalam bukunya De Jonge menjelaskan bahwa Abad pertengahan yakni tahun
910-1300 biasa disebut puncak kejayaan gereja, dimana gereja tidak lagi
memenuhi panggilan yang sejati tetapi semakin dikuasai oleh keduniawian.[38]
Paus memainkan peranan penting dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang
politik. Hal ini terlihat jelas dalam perang-perang salib (±1100-1300) yang
terjadi atas dorongan dan dukungan para paus, yang bertujuan untuk memperoleh
kekuasaan dari tangan Islam.[39]
Puncak kejayaan Paus dicapai waktu Paus Innocentius III (±1200) menduduki
tahkta, namun berakhir ketika Paus Bonifatius VIII ( ±1300) gagal
mempertahankan kepausan terhadap raja prancis. [40]
Kepausan
mengalami Krisis besar menyebabkan perpecahan gereja semakin nampak. Keadaan
Gereja sangat menyedihkan. Dimana gereja tidak lagi setia kepada ajaran Alkitab
sebagai satu-satunya sumber pengajaran, karena Alkitab tidak bisa dibaca dan
ditafsirkan oleh kaum awam. Kontrol rohani menjadi sangat kurang sehingga
tingkah laku semakin merosot. Gereja semakin mementingkan kuasa dan uang saja.
Hal ini terlihat jelas ketika gereja resmi menerbitkan surat penghapusan dosa
yang dikenal dengan “Indolgensi”, yang secara tidak langsung memeras jemaat
untuk membayar surat itu untuk dipakai membangun gereja Roma. Hal ini terus
berlanjut hingga abad pertengahan tepatnya pada tahun 1517, ketika para tokoh
reformasi menyadari penyimpangan yang terjadi dalam gereja pada masa itu.[41] Pada
akhirnya dengan kebebasan membaca dan menafsirkan Alkitab bagi siapapun, melahirkan berbagai macam penafsiran dan
aliran yang berbeda pula, sehingga muncullah berbagai aliran gereja-gereja di
samping Khatolik yang sampai hari ini terdapat banyak aliran yang tersebar
diseluruh dunia.
BAB III
KESIMPULAN
Setelah mempelajari
secara singkat peran Konstantinus dalam sejarah Gereja, serta bagaiman ia
mengubah agama yang tadinya sebuah agama yang tertindas menjadi agama yang
sangat di hormati, maka tentunya ada dampak besar yang ditimbulkan dimana
dampak itu masih terasa dalam gereja sampai hari ini. Penulis sangat percaya
bahwa semua peristiwa yang terjadi dalam sejarah Gereja adalah bentuk
pemeliharaan Tuhan atas gerejaNya termasuk dengan kehadiran Konstantinus dalam
Sejarah Gereja. Konstantinus adalah seorang yang dipakai Tuhan menyelamatkan
gerejaNya yang tertindas. Namun jika diteliti lebih dalam lagi, sebenarnya
pengaruh Konstantinus bukan hanya memberikan dampak secara positif, tetapi juga
negatif.
Dampak Positif/baik
Secara
garis besar, memberikan peluang dan jalan bagi pekabaran Injil di seluruh
dunia. Konstantinus juga menghentikan penindasan secara terang-terangan
terhadap orang Kristen. Dengan kata lain mengangkat derajat orang Kristen.
Dampak negatif/buruk
Sejak
awal terbentuknya jemaat pertama, gereja sudah banyak memperoleh tekanan dari
berbagai pihak, baik yahudi maupun romawi, akan tetapi sedikit pun tidak
menghambat pekabaran injil. Orang-orang percya yang ada pada waktu itu adalah
orang-orang yang sungguh memiliki keteguhan iman yang sangat luar biasa dengan berbagai
resiko yang harus mereka ambil. Hidup mereka sangat bergantung pada Kristus dan
hanya mengarahkan diri pada hal-hal surgawi.
Keadaan ini sangat berbanding terbalik dengan Gereja setelah
Konstantinus. Gereja yang telah berada pada zona nyaman itu mulai mendapat
serangan yang bersifat internal dimana gereja sangat rentan untuk terpecah
dengan alasan perbedaan pemahaman, gereja tidak lagi mengutamakan hal surgawi
tetapi duniawi. Telah terjadi kemerosotan iman yang sangat buruk. Dimana gereja
dijadikan sebagai kerajaan dunia.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] De Jonge, Pembimbing kedalam Sejarah Gereja (BPK Gunung Mulia: Jakarta 1986),
25.
[7] Ide ini saya petik dari seorang
pembicara ketika mengikuti seminar memperingati 500 tahun reformasi.
[8] Robert Don Hughes, Sejarah apa yang membentuk gereja?
(Yogyakarta: Yayasan Gloria), 72.
[9] F. D. Willem, Riwayat Hidup Singkat tokoh-tokoh dalam
Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 161.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[13] Ibid, 162
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] H. Berkhof, Sejarah Gereja ( BPK
Gunung Mulia: Jakarta, 2016), 49.
[20] F. D. Willem, 162.
[21] Robert Don Hughes, Sejarah apa yang membentuk gereja?
(Yogyakarta: Yayasan Gloria), 72.
[22] F. D. Willem, 162.
[23] De Jonge, Pembimbing kedalam Sejarah Gereja (BPK Gunung Mulia: Jakarta 1986),
55.
[24] Ibid.
[25] Ibid.
[26] H. Berkhof, 48
[27] Penjelasan Dosen dikelas pada
hari/tanggal, Jumat 22 September 2017
[28] F. D. Willem, 162.
[29] Ibid.
[30] Ibid, 163.
[31] F. D. Willem, Riwayat Hidup Singkat tokoh-tokoh dalam
Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 163.
[32] F. D. Willem, 162.
[33] Ibid. 163
[34] Ibid.164.
[35] Ibid,. 164.
[36] Ibid, 165.
[37] Ibid,
165.
[39] Ibid.
65
[40] Ibid.
[41] Ide ini saya dapat ketika
mengikuti seminar memperingati 500 tahun reformasi.
KEPUSTAKAAN
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Alkitab Terjemahan Baru.
Jakarta:LAI, 2010
Andy
& Ryna, ed. Batu-batu Tersembunyi
Dalam Pondasi Kita. Surabaya: KDP, 2000.
Berkhof,
H. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016
Dainton,
Marti B. Gereja dan Bergereja/Apa dan Bagaimana?. Jakarta:
YKBK, 1994.
End,
Van Den. Harta Dalam Bajana. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1986.
Jonge,
De. Pembimbing kedalam Sejarah Gereja. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1986.
Hughes, Robert
Don. Sejarah apa yang membentuk gereja?
Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2011.
Poerwadarminta,
W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta, 1976.
Sabdono,
Erastus. Gereja Hari Ini. Jakarta:
Rehobot Literature, 2016.
hhhhhheeemmmm.......................
BalasHapus