Jumat, 22 Desember 2017

konstantinus Agung dan pengaruhnya terhadap sejarah gereja

MAKALAH
KONSTANTINUS DAN PENGARUHNYA
DALAM SEJARAH GEREJA


Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat dalam Menyelesaikan
Mata kuliah Sejarah Gereja Umum
Pada Sekolah Tinggi Teologia Jaffray Makassar
Disusun oleh:
Amir Sumitro
Kons : Teologi
NPM : 16012472


SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA JAFFRAY
MAKASSAR
2017













BAB I
PENDAHULUAN

Menurut kamus Umum bahasa Indonesia, Sejarah Merupakan “kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau”.[1] Oleh sebab itu, berbicara Sejarah Gereja berarti berbicara mengenai kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi dalam sejarah gereja pada masa lampau. Lalu, apakah sebenarnya yang dimaksud dengan gereja? Apakah gedungnya? Organisasi, atau manusianya?  Banyak orang Kristen yang memahami Gereja dalam arti yang sempit, dimana “Gereja” hanya dipahami sebagai sebuah gedung atau bangunan. Pemahaman ini tentu tidak salah, namun jika ditinjau sisi etimologi, gereja sebenarnya tidak bisa dipahami hanya sebatas gedung atau bangunan saja.
Gereja berasal dari kata dalam bahasa Portugis, Igreya, dimana kata ini memiliki keterkaitan dengan kata Kiryake, yang berarti milik Tuhan.[2]  Sedangkan dalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk persekutuan orang percaya adalah Eklesia yang berarti dipanggil keluar.[3] Jadi secara hurufiah, Gereja dapat diartikan sebagai sebuah persekutuan orang-orang percaya yang telah dipanggil atau dipisahkan dari kegelapan kedalam terang Kristus.
Dalam perkembangannya, istilah gereja kini dapat dipahami dalam berbagai konteks, namun secara garis besar, Erastus sabdono membagi dua pemahaman umum mengenai istilah gereja, yakni gereja yang kelihatan dan gereja yang tidak kelihatan.[4] “Gereja yang kelihatan adalah gedung dan organisasinya, sedangkan gereja yang tidak kelihatan adalah persekutuan orang percaya dari segala zaman, tempat dan suku bangsa”.[5] Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa sejarah gereja adalah satu cabang ilmu teologi yang khusus membahas tentang peristia-peristiwa yang terjadi dalam Gereja pada masa yang lampau. Dalam bukunya De jonge, menyimpulkan bahwa ilmu sejarah gereja meliputi bagaimana hidup manusia dipengaruhi dan diubah oleh keselamatan yang diberikan Allah dalam Yesus Kristus.[6]
Sejak lahirnya jemaat mula-mula sampai hari ini, gereja telah banyak mengalami perubahan dalam berbagai aspek. Hal ini disebabkan oleh banyaknya peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam Gereja. Sejarah Gereja sangat penting dipahami oleh setiap orang Kristen secara khusus bagi para pelayan Tuhan yang akan melayani di gereja, karena Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena riil yang terjadi dalam Gereja zaman sekarang, yakni adanya persaingan antara Gereja, baik secara terang-teragan, maupun secara terselubung. Persaingan yang penulis maksudkan bahwa gereja saling berlomba dan  berusaha untuk menjadi gereja besar, dengan gedung yang besar, dan sejumlah prestasi fisik lainnya.
Salah satu penyebab ketidakharmonisan hubungan antar gereja, bahkan sering menimbulkan perdebatan, khususnya di kalangan protestan adalah, karena banyaknya orang Kristen yang tidak memahami sejarah, sehingga selalu menganggap dirinyalah yang paling baik dan benar. Hal ini juga dapat dilihat dengan diadakannya debat-debat teologi antar denominasi gereja. sehingg apa yang sering kali diperdebatkan oleh orang-orang Kristen pada zaman sekarang, merupakan hal-hal yang telah dibahas dan diselesaikan oleh para tokoh-tokoh sejarah Gereja sebelumnya, akan tetapi banyak orang Kristen tidak mau belajar dari sejarah Gereja.[7]
Penulis ingin mengutip Pernyataan dari presiden pertama Indonesia, berkata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”. Belajar sejarah gereja adalah salah satu cara kita dalam mewujudkan penghargaan kita terhadap para pahlawan dalam sejarah Gereja. Oleh sebab itu, dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu tokoh yang sangat berperan penting dalam sejarah Gereja yaitu Konstantinus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang kehidupan Konstantinus
            Latar belakang kehidupan konstantinus tidak begitu jelas, hal ini dikarenakan kebanyakan penulis sejarah Gereja tidak begitu menekankan latar belakang hidupnya melainkan bagaiman ia berkarya dan dampaknya bagi sejarah Kekristenan. Dalam beberapa sumber pun penulis menemukan beberapa perbedaan mengenai tahun kelahirannya. Menurut Robert Don Hughes,  Flavius Valerius Constantinus (Konstaninus), dilahirkan sekitar tahun 273 M. Di kota Naissus di provinsi Moesia Romawi, sebuah wilayah kuno di Eropa Tenggara yang belakangan disebut Serbia. [8] Sementara yang lainnya mengatakan bahwa ia lahir tahun 274. Dia adalah putera dari seorang ibu bernama Helena dan Constantius seorang  anggota keluarga Romawi yang penting, yang menjabat sebagai Caesar Romawi Barat (293-305), dan kemudian menjadi Augustus Romawi Barat (305-306).[9]
            Ketika ayahnya menceraikan istrinya Helena, pada tahun 292 Konstantinus dikirim dan menetap di istana Kaisar.[10] Ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi seorang Agustinus yang merupakan bakal pemimpin untuk belajar. Ia tinggal di istana selama beberapa tahun, namun pada tahun 306, Konstantinus secara diam-diam meninggalkan istana dan mengunjungi ayahnya yang sedang sakit di Boulogna, lalu membawahnya kembali ke Inggris, namun sayang pada tanggal 25 Juli 306, Konstantius Khlorus meninggal dunia di York.[11]
            Tidak lama setelah kematian ayahnya,  Konstantinus dengan segera diangkat oleh pasukan Inggris menjadi Augustus barat menggantikan ayahnya.[12] Konstantinus menerima pengangkatan itu, walaupun Galerius hanya mengakui Konstantinus sebagai kaisar barat, karena sebenarnya yang diangkat menjadi Augustus barat menggantikan Konstantius khlorus adalah Severus.[13] Dalam waktu yang bersamaan Maxentius juga diangkat sebagai pemimpin oleh kepala pasukan, sehingga Galerius memerintahkan untuk menyerang Maxentius, akan tetapi Severius menolak melaksanakan perintah itu. [14]
             Menurut William, Pada tanggal 3 Mei 311 Galerius meninggal dunia, sehingga Maximinus Daia mengambil Asia kecil sebagai wilayahnya, yang sebanarnya merupakan wilayah Licinius.[15] Dengan demikian terdapat 4 orang Augustus, yaitu Maximinus, Konstantinus, Licinius, dan Maxentus. Namun pada tahun 312, Terjadilah pertempuran di jembatan Milvian dekat kota Roma, yang kemudian membuat Konstantinus berhasil mengalahkan Maxentius untuk dapat memasuki kota Roma dengan kemenangan.[16] Dengan kemenangan ini artinya Sekarang konstantinus menjadi Augustus tunggal atas kekaisaran Romawi karena Maxeminus juga dikalahkannya pada tahun berikutnya yaitu tahun 313.[17]
Ada satu cerita yang sangat terkenal sebelum ia berperang melawan Maxeminus. Dimana Konstantinus mendapat suatu penglihatan, yakni sebuah salib yang gemilang di udara dengan tulisan ini: “Menanglah dengan perantaraan tanda ini”.[18] “Walaupun hikhayat ini barangkali tidak benar, tapi ada banyak bukti bahwa konstantinus telah masuk Kristen kira-kira pada tahun 312 ( dia baru dibabtiskan menjelang ajalnya tahun 337)”[19] Dalam sumber yang lain, mengatakan bahwa konstantinus ragu-ragu dengan penglihatan itu, sehingga pada waktu tidur, ia melihat Kristus bersama-sama dengan tanda yang telah dilihatnya tersebut.[20] Tanda yang dimaksudkan itu adalah Chi dan Rho yang merupakan dua huruf pertama dalam bahasa Yunani untuk kata Kristus, dimana menurut Robert, pada masa itu tanda ini telah menjadi simbol kekristenan.[21] William juga menceritakan bahwa dalam mimpinya itu Kristus memberi perintah kepadanya agar dibuat sebuah gambar dari tanda itu dan dipergunakannya sebagai pertolongan melawan musuh. [22]
Peran Konstantinus Dalam Sejarah Gereja
            Menurut penulis, Peran Konstantinus dalam sejarah gereja dapat dilihat secara jelas apabila melihat bagaimana keadaan Gereja sebelum zaman Konstantinus dan bagaimana ia berperan dalam sejarah Gereja sehingga Gereja mengalami perubahan yang begitu nyata dalam berbagai aspek.
Keadaan Gereja Pra-Konstantinus
Dunia tempat Gereja mulai timbul adalah kekaisaran Romawi. Itulah sebabnya ketika kita membahas sejarah Gereja kita tidak bisa terlepas dari topik kekaisaran Romawi. Gereja lahir pada hari pencurahan Roh kudus yang dikenal dengan hari pentakosta. Para murid dikuasai Roh Kudus sehingga dengan berani mereka bersaksi dan memberitakan Injil dan membawah semakin banyak orang menjadi percaya, meskipun ditengah berbagai tantangan, penolakan bahkan penganiayaan . Sejak hari pentakosta sampai masa Konstantinus, Agama Kristen tidak pernah diakui sebagai sebuah agama resmi. Gereja selalu diancam oleh penghambatan-penghambatan yang sewaktu-waktu terjadi [23]. Hal ini disebabkan karena apa yang dilakukan oleh orang Kristen pada masa itu berbeda dengan gaya hidup masyarakat disekitarnya, terutama penolakan mereka untuk mempersembahkan persembahan kepada dewa-dewi sehingga dicurigai sebagai musuh negara.[24] Di tempat-tempat tertentu tiba-tiba rakyat mulai menyiksa dan menganiaya kaum Kristen, hingg Sekitar tahun 250 penghambatan orang Kristen terjadi secara sistematis di seluruh negara atas perintah kaisar Romawi.[25] Puncak penganiayaan terjadi pada tahun 303-311 ketika Diocletianus menjadi kaisar Romawi, sekaligus merupakan penganiaayaan terakhir bagi orang Kristen.[26] Banyak orang Kristen dan para penginjil yang mati syahid, akan tetapi kekristenan tidak hilang melainkan semakin merambat. Seperti perkataan Tertulianus, seorang pembela Agama Kristen “Darah para syahid menjadi benih Gereja”.[27]
Sikap dan Tindakan Konstantinus yamg mengubah Gereja
            Pada Tahun 313 Konstantinus bersama-sama dengan Linicius mengeluarkan edik toleransi yang dikenal dengan Edik malino, yang isinya menyatakan bahwa agama Kristen diberi kebebasan penuh untuk melaksanakan ibadahnya, dan mempunyai hak yang sama dengan agama-agama lainnya, bahkan semua Harta milik Gereja yang disita selama penghambatan, seperti gedung-gedung gereja, tanah milik gereja dikembalikan kepada Gereja atau diganti rugi.[28] Licinius awalnya menyetujui Edik Milano itu juga berlaku di wilayahnya, akan tetapi beberapa tahun kemudian ia menolak memberlakukan Edik Milano tersebut, bahkan ia mulai menganiayaan orang Kristen, akibatnya,  membuat Konstantinus akhirnya menyerang dan mengalahkan Linicius, namun tidak membunuh Linicius karena permintaan adiknya.[29]
Pada tahun 324 Licinius meninggal dunia di Tesalonika, secara otomatis, Konstantinus menjadi penguasa tunggal atas seluruh wilayah kekaisaran Romawi, Ia berhasil mempersatukan lagi kekaisaran Romawi yang dulunya sempat terpecah itu.[30]
Kekristenan tidak dapat dihambat oleh apapun bahkan dengan kekuatan yang paling kuat sekalipun. Hal ini disadari betul oleh Konstantinus sehingga Perlakuan Konstantinus terhadap agama Kristen tidak sama dengan kaisar-kaisar sebelumnya.[31] Namun walaupun pada saat itu agama Kristen telah diberikan kebebasan untuk berkembang dan melaksanakan ibadahnya, agama Kristen belum diakui sebagai agama resmi, oleh kekaisaran romawi, barulah pada tahun 380 setelah pemerintahan kaisar Theodorus agama Kristen dijadikan agama resmi di kekaisaran Romawi.[32]
            Perhatian Konstantinus terhadap Gereja sangat besar, bahkan ia memberikan keistimewaan-keistimewaan kepada pemimpin-pemimpin Kristen, walaupun tindakannya itu kadang dilakukan dengan maksud politis, karena ia pun belum resmi menjadi Kristen.[33] Bahkan ia juga banyak terlibat langsung dalam mengusahakan perdamaian antara golongan Donatus dengan gereja yang resmi di Afrika. Dalam banyak kesempatan ia juga bahkan membiayai dan mempelopori konsili, Hingga pada akhirnya dia harus mengeluarkan keputusan untuk menyita gedung ibadah Donatisme. [34]  
Pada tahun 321 dikeluarkan keputusan bahwa hari minggu adalah hari libur umum di kota-kota.[35] Sekalipun Konstantinus cenderung kepada agama Kristen, namun kekafiran tidak dilarangnya. Dalam mata uang yang keluarkannya nampak gambar yang yang merupakan singkatan dari nama Kristus (X:ch dan P:R=Christs=Kristus) namun disisi lainnya terlukis tulisan Sol Invictus[36] ( dewa matahari).
            Sebelum meninggal pada tanggal 22 Mei 337, Konstantinus menerima sakramen babtisan kudus diatas tempat tidurnya dari tangan Eusebius, Uskup Nicomedia, seorang Arian yang baru saja dipanggil dari pembuangan.[37]
            Pada tahun 380 theodosius mengeluarkan Edikt, dimana agama Kristen dijadikan sebagai agama negara, sehingga semua warga negara Romawi diwajibkan menjadi anggota gereja katholik atau ortodoks. dengan kebebasan ini, gereja juga diberi kesempatan untuk mendiskusikan mengenai ajaran secara terbuka, Sehingga ancaman perpecahan Gereja bukan lagi datangnya dari luar tetapi dari dalam Gereja itu sendiri, dimana mulai timbul pertikaian-pertikaian tentang ajaran atau doktrin gereja, akhirnya beberapa kali harus diadakan konsili.
            Demikianlah Gereja bukan lagi merupakan kelompok yang diancam, melainkan lembaga yang dihormati, akibatnya banyak orang yang menjadi Kristen dan suasana gereja pun menjadi lain. Penyimpangan demi penyimpangan dari ajaran asli Alkitab mulai terjadi. Dalam bukunya De Jonge menjelaskan bahwa Abad pertengahan yakni tahun 910-1300 biasa disebut puncak kejayaan gereja, dimana gereja tidak lagi memenuhi panggilan yang sejati tetapi semakin dikuasai oleh keduniawian.[38] Paus memainkan peranan penting dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang politik. Hal ini terlihat jelas dalam perang-perang salib (±1100-1300) yang terjadi atas dorongan dan dukungan para paus, yang bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dari tangan Islam.[39] Puncak kejayaan Paus dicapai waktu Paus Innocentius III (±1200) menduduki tahkta, namun berakhir ketika Paus Bonifatius VIII ( ±1300) gagal mempertahankan kepausan terhadap raja prancis. [40]
            Kepausan mengalami Krisis besar menyebabkan perpecahan gereja semakin nampak. Keadaan Gereja sangat menyedihkan. Dimana gereja tidak lagi setia kepada ajaran Alkitab sebagai satu-satunya sumber pengajaran, karena Alkitab tidak bisa dibaca dan ditafsirkan oleh kaum awam. Kontrol rohani menjadi sangat kurang sehingga tingkah laku semakin merosot. Gereja semakin mementingkan kuasa dan uang saja. Hal ini terlihat jelas ketika gereja resmi menerbitkan surat penghapusan dosa yang dikenal dengan “Indolgensi”, yang secara tidak langsung memeras jemaat untuk membayar surat itu untuk dipakai membangun gereja Roma. Hal ini terus berlanjut hingga abad pertengahan tepatnya pada tahun 1517, ketika para tokoh reformasi menyadari penyimpangan yang terjadi dalam gereja pada masa itu.[41] Pada akhirnya dengan kebebasan membaca dan menafsirkan Alkitab bagi siapapun,  melahirkan berbagai macam penafsiran dan aliran yang berbeda pula, sehingga muncullah berbagai aliran gereja-gereja di samping Khatolik yang sampai hari ini terdapat banyak aliran yang tersebar diseluruh dunia.

BAB III
KESIMPULAN

Setelah mempelajari secara singkat peran Konstantinus dalam sejarah Gereja, serta bagaiman ia mengubah agama yang tadinya sebuah agama yang tertindas menjadi agama yang sangat di hormati, maka tentunya ada dampak besar yang ditimbulkan dimana dampak itu masih terasa dalam gereja sampai hari ini. Penulis sangat percaya bahwa semua peristiwa yang terjadi dalam sejarah Gereja adalah bentuk pemeliharaan Tuhan atas gerejaNya termasuk dengan kehadiran Konstantinus dalam Sejarah Gereja. Konstantinus adalah seorang yang dipakai Tuhan menyelamatkan gerejaNya yang tertindas. Namun jika diteliti lebih dalam lagi, sebenarnya pengaruh Konstantinus bukan hanya memberikan dampak secara positif, tetapi juga negatif.
Dampak Positif/baik
            Secara garis besar, memberikan peluang dan jalan bagi pekabaran Injil di seluruh dunia. Konstantinus juga menghentikan penindasan secara terang-terangan terhadap orang Kristen. Dengan kata lain mengangkat derajat orang Kristen.
Dampak negatif/buruk
            Sejak awal terbentuknya jemaat pertama, gereja sudah banyak memperoleh tekanan dari berbagai pihak, baik yahudi maupun romawi, akan tetapi sedikit pun tidak menghambat pekabaran injil. Orang-orang percya yang ada pada waktu itu adalah orang-orang yang sungguh memiliki keteguhan iman yang sangat luar biasa dengan berbagai resiko yang harus mereka ambil. Hidup mereka sangat bergantung pada Kristus dan hanya mengarahkan diri pada hal-hal surgawi.  Keadaan ini sangat berbanding terbalik dengan Gereja setelah Konstantinus. Gereja yang telah berada pada zona nyaman itu mulai mendapat serangan yang bersifat internal dimana gereja sangat rentan untuk terpecah dengan alasan perbedaan pemahaman, gereja tidak lagi mengutamakan hal surgawi tetapi duniawi. Telah terjadi kemerosotan iman yang sangat buruk. Dimana gereja dijadikan sebagai kerajaan dunia.



[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, 1976, ) hl. 887.
[2] Erastus Sabdono, Apakah Gereja Itu? (Rehobot Ministry:Jakarta, 2016), 3.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] De Jonge, Pembimbing kedalam Sejarah Gereja (BPK Gunung Mulia: Jakarta 1986), 25.
[7] Ide ini saya petik dari seorang pembicara ketika mengikuti seminar memperingati 500 tahun reformasi.
[8] Robert Don Hughes, Sejarah apa yang membentuk gereja? (Yogyakarta: Yayasan Gloria), 72.
[9] F. D. Willem, Riwayat Hidup Singkat tokoh-tokoh dalam Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 161.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] Ibid, 162
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] H. Berkhof, Sejarah Gereja ( BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2016), 49.
[20] F. D. Willem, 162.
[21] Robert Don Hughes, Sejarah apa yang membentuk gereja? (Yogyakarta: Yayasan Gloria), 72.
[22] F. D. Willem, 162.
[23] De Jonge, Pembimbing kedalam Sejarah Gereja (BPK Gunung Mulia: Jakarta 1986), 55.
[24] Ibid.
[25] Ibid.
[26] H. Berkhof, 48
[27] Penjelasan Dosen dikelas pada hari/tanggal, Jumat 22 September 2017
[28] F. D. Willem, 162.
[29] Ibid.
[30] Ibid, 163.
[31] F. D. Willem, Riwayat Hidup Singkat tokoh-tokoh dalam Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 163.
[32] F. D. Willem, 162.
[33] Ibid. 163
[34] Ibid.164.
[35] Ibid,. 164.
[36] Ibid, 165.
[37] Ibid, 165.
[38] De Jonge, Pembimbing kedalam Sejarah Gereja (BPK Gunung Mulia: Jakarta 1986), 63.
[39] Ibid. 65
[40] Ibid.
[41] Ide ini saya dapat ketika mengikuti seminar memperingati 500 tahun reformasi.





KEPUSTAKAAN

 Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), Alkitab Terjemahan Baru. Jakarta:LAI, 2010
Andy & Ryna, ed. Batu-batu Tersembunyi Dalam Pondasi Kita. Surabaya: KDP, 2000.
Berkhof, H. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
Dainton, Marti B.  Gereja dan Bergereja/Apa dan Bagaimana?. Jakarta: YKBK, 1994.
End, Van Den. Harta Dalam Bajana. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986.
Jonge, De. Pembimbing kedalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986.
Hughes, Robert Don. Sejarah apa yang membentuk gereja? Yogyakarta: Yayasan Gloria, 2011.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta, 1976.
Sabdono, Erastus. Gereja Hari Ini. Jakarta: Rehobot Literature, 2016.



1 komentar: