BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Kekristenan
selalu berkaitan dengan istilah
Gereja. Bahkan Orang
percaya seringkali
diidentikkan dengan Gereja. Artinya, berbicara tentang orang kristen tidak
pernah lepas dari Gereja, walaupun Dalam perkembangannya, istilah gereja kini
dapat dipahami dalam dua kategori, yakni gereja yang kelihatan dan gereja yang
tidak kelihatan. Gereja yang kelihatan adalah gedung dan organisasinya,
sedangkan gereja yang tidak kelihatan adalah persekutuan orang percaya dari
segala zaman, tempat dan suku bangsa[1].
Dalam teologia Kristen, pengajaran mengenai Gereja disebut “Eklesiologi”
(Bahasa Yunani)[2].
Ajaran
tentang Gereja mendapat tempat yang cukup penting dalam teologi Kristen. Hal
ini bisa dilihat dalam Perjanjian Baru, khususnya
ajaran dan surat-surat Paulus sangat banyak membahas tentang Gereja dan
bagaimana bergereja. Salah satunya adalah surat Paulus kepada jemaat di Efesus.
Surat ini ditulis oleh paulus ketika berada di
dalam penjara oleh karena pemberitaan Injil. Surat ini ditujukan kepada jemaat
Efesus untuk mendorong pembacanya kagum dan menyembah Allah.[3] Dalam artian jemaat harus menunjukkan pertobatan yang pada akhirnya akan
membangun orang percaya sebagai sebuah jemaat
atau persekutuan.
Seperti
yang diketahui bahwa surat ini tidak ditujukan kepada pribadi, melainkan
jemaat, oleh sebab itu surat ini tidak dapat dipisahkan dari Teologi Gereja. Dalam Makalah ini penulis
akan membahas Surat Efesus dari sudut pandang Eklesiologi, Oleh karena itu penulis memilih judul Makalah “EKKLESIOLOGI
DALAM KITAB EFESUS”. Kiranya melalui makalah ini akan menolong penulis semakin memahami
Eklesiologi khususnya dalam kitab Efesus.
BAB II
KAJIAN TEORI
Definisi Gereja Secara
Umum
Dalam Perjanjian Baru kata
yang digunakan untuk menunjuk kepada jemaat adalah “Ekklesia” yang berasal dari
dua kata –ek dan Kaleo yang artinya “Memanggil keluar”.[4] Kata Ekklesia
sering ditafsirkan sebagai “Keluar dari sekumpulan orang-orang” sehingga
pemakaian kata ini dalam Alkitab menyatakan bahwa gereja terdiri dari
orang-orang yang dipanggil keluar dari masyarakat.[5] Menurut
Abineno, Persekutuan orang percaya yang disebut “Ekklesia” dalam Perjanjian
Baru, adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari dunia mereka
yang lama dan dikuduskan, dengan kata lain diasingkan dari
persekutuan-persekutuan lain dan digunakan oleh Allah sebagai alat dalam karya
penyelamatanNya. Abineno lebih menekankan Gereja pada fungsinya sebagai mitra
kerja Allah.[6]
Dalam Surat Efesus Kata
“Jemaat” diterjemahkan dari kata Yunani “Ekklesia”, disebutkan sebanyak 9
kali. Menurut Hasan Sutanto, kata ini
dapat diartikan “Dewan, Pertemuan, Jemaah (Orang Israel); Pertemuan jemaat
(Kristen).[7] Pada
awalnya, kata ini adalah kata umum yang biasa digunakan untuk sebuah
perkumpulan, namun semakin lama-semakin mengerucut dan lebih merujuk kepada
sebuah perkumpulan Kristen.
Istilah Gereja sendiri
merupakan kata serapan dari bahasa Portugis “Igreya” yang dalam bahas
Yunani “Kuriake” yang artinya “Milik Tuhan”. Kata ini menekankan
kenyataan bahwa Gereja adalah milik Tuhan.[8]
Eklesiologi dalam Kitab Efesus
Sebelum menjelaskan
Teologi Paulus mengenai Gereja dalam suratnya ini, perlu memahami isi dari
keseluruhan kitab ini: Surat ini merupakan rangkuman dari Teologi Paulus,
dimana pada bagian awal menggambarkan bagaimana Allah berkarya melalui
pengorbanan Kristus serta kuntungan bagi orang yang percaya, oleh sebab itu
sebagai umat pilihannya seharusnya setiap orang percaya menjadi bagian dari
satu tubuh yaitu jemaat. Selain itu juga pada bagian akhir dari kitab ini juga
Paulus memberikan nasehat-nasehat bagaimana orang percaya hidup dalam
lingkungan sosial.[9]
Surat ini tidak berbeda jauh dengan surat Paulus pada umumnya yang selalu
diawali dengan Teologi dan disusul oleh praktikal dari doktrin tersebut.
Berikut Penulis akan menguraikan beberapa point Pengajaran Paulus mengenai
Gereja dalam Kitab ini.
Doktrin Dalam Jemaat (1:3-3:20)
Jemaat tidak dapat
dipisahkan dari doktrin. Pengajaran mengenai iman Kristen secara khusus tentang
Keselamatan oleh Anugerah merupakan topik yang selalu dibahas Paulus dalam setiap
surat-suratnya. Bagian ini adalah bagian penting yang harus dipahami dengan
baik oleh Jemaat, karena pemahaman akan keselamatan oleh anugerah akan sangat
mempengaruhi kehidupan orang percaya secara praktis. Artinya kalau orang
percaya sungguh-sungguh paham mengenai Iman Kristen, akan selalu diikuti
praktik yang benar. Dalam bagian awal suratnya setelah salam, Paulus memuji
Allah oleh karena berkat-berkat rohani yang diperoleh oleh orang percaya di
dalam Kristus. Berkat rohani itu tidak lain adalah keselamatan. Ada beberapa
penekanan Paulus dalam surat ini:
Keselamatan Oleh Pilihan Allah (1:3-23)
Pemilihan awal atau
predestinasi merupakan tindakan Allah untuk menetapkan orang-orang yang akan
dipilihNya untuk diselamatkan. Pemilihan ini terjadi sejak kekekalan dan
dilakukan atas kedaulatan Allah secara penuh (ay.4). Menurut Abraham
Park, “Takdir mutlak ini bukan berdasarkan pada pekerjaan yang baik, perbuatan
mulia... Hanya oleh kehendak Allah yang berdaulat.”[10] Pemilihan ini menunjuk
kepada sebagian orang yang dipilih dari sejumlah atau sekumpulan besar umat
manusia.[11]
Dalam bukunya, William
Barclay menyebutkan bahwa bagian yang terpenting dalam uraian kedua Paulus ini adalah
pada bagian akhir dari perikop ini. Beliau menyebutkan Ada dua hal yang harus
merupakan ciri dari gereja yang benar yakni, Kesetiaan kepada Kristus dan kasih
kepada sesama manusia.[12]
Orang Kristen yang sejati mengasihi Kristus dan sekaligus mengasihi sesamanya.
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Dalam bagian ini juga
Paulus mengungkapkan kerinduannya terhadap Gereja. Ia berdoa agar Gereja itu
dikaruniai Roh Hikmat, agar gereja mendapat wahyu dan pengenalan akan Allah
yang lebih banyak dan supaya kuasa Allah berlaku secara baru dalam jemaat.
Itulah harapan-harapan Paulus bagi jemaat.[13]
Keselamatan Oleh Kasih Karunia (2:1-10)
Dalam bagian awal pasal
ini, Paulus menjelaskan bagaimana keadaan Jemaat Efesus yang pada dasarnya
adalah orang-orang yang malang. Jiwa mereka adalah jiwa yang mati oleh karena dosa
dan pelanggaran terhadap Allah (Ayat 1).[14] Kematian yang dimaksud adalah kematian secara
rohani, artinya tidak ada lagi keinginan dalam diri manusia yang berdosa untuk
kembali kepada Allah. Keinginannya adalah semata hidup dalam dosa. John Stott
menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh karena manusia sendiri telah
bermental dan mermoral serong.[15] Namun
dalam ayat selajutnya (ayat 4-10), Paulus melanjutkan pembahasannya mengenai
kasih karunia yang mengubahkan melalui Kristus. Dalam ayat 8,9 menegaskan bahwa
keselamatan bukan hasil usaha dari manusia. James Montgomery menyebutkan bahwa
tidak ada kontribusi apapun yang manusia lakukan sehingga beroleh keselamatan.[16]
Dipersatukan Dengan Kristus (2:11-22)
Selanjutnya, orang percaya
seharusnya memahami bahwa detik pertama ketika seseorang telah menjadi bagian
dalam keluarga Allah, dirinya telah dipersatukan dengan Kristus. Artinya,
dengan percaya kepada Kristus, semua apa yang ada di dalam Kristus,
kebenaranNya, kesucianNya, kekudusanNya, KematianNya, dll menjadi milik orang
percaya juga. Demikian juga dengan semua dosa dan ketidak benaran manusia telah
dipikul dan di tanggung Yesus Kristus diatas kayu salib.[17]
Hubungan ini seperti hubungan seorang suami istri.
Jemaat Sebagai Tubuh Kristus (4:1-16)
Akhirnya, penulis tiba pada pembahasan penting dalam makalah ini. Dalam
bagian ini Paulus secara khusus membicarakan mengenai gereja atau jemaat secara
Praktis. Dalam bagian sebelumnya, Paulus telah banyak membahas mengenai
doktrin, bagian ini diawali dengan sebuah kalimat peralihan, “Sebab itu Aku menasihatkan kamu…” Sebab
yang mana? Kalimat ini tentu merujuk kepada tiga pasal pertama dari surat ini.
Peter berpendapat bahwa Paulus bermaksud untuk menasihatkan jemaat supaya
menjalani hidup sesuai dengan tujuan dan panggilan hidup mereka yang berkaitan
dengan penyelamatan.[18] Ada
beberapa nasihat Paulus yang penulis rangkum dalam beberapa bagian.
Kesatuan Dalam jemaat
Nasehat kesatuan jemaat diawali dengan nasehat
moral yakni, rendah hati, sabar, lemah lembut dan saling menanggung/membantu. Menurut
Peter, nasehat ini muncul karena mereka perlu mencapai tujuan dari nasehat
tersebut.[19]
Dengan kata lain ada tujuan yang lebih tinggi, yakni adalah hidup dalam
kesatuan Roh (Ay 3). Tujuan itu tidak akan tercapai kalau mereka tidak hidup
dalam karakter yang telah disebutkan. Kesatuan Roh harus dipelihara oleh ikatan
damai sejahtera (Ay 2). John Stott menyebutkan bahwa memelihara kesatuan Roh dalam damai sejahtera berarti memeliharanya dalam
wujud nyata. Orang percaya wajib memperlihatkan kesatuan itu nyata dalam wujud
konkrit, supaya dunia menyaksikan hal itu sebagai realitas yang penuh
kebenaran.
Dasar Kesatuan
Menurut John Stott,
Penekanan atau pengulangan bilangan “satu” sampai tujuh kali dalam 4 ayat patut
mendapat perhatian. William Barclay menyebutnya sebagai dasar kesatuan[20].
Tujuh dasar ini dapat di nyatakan dalam tiga kebenaran Pertama, Dasar satu tubuh, Gereja adalah tubuh dan Kristus adalah
kepala Gereja. Sebuah tujuan akan tercapai apabila ada satu kesatuan yang
koordinir oleh otak. Artinya, kesatuan Gereja sangat penting untuk pekerjaan
Kristus. Satu tubuh oleh karena satu Roh. Kata “Pneuma” dapat
diterjemahkan Roh atau nafas. Jika nafas itu tidak ada dalam tubuh, maka tubuh
itu akan mati. Nafas kehidupan tubuh Gereja adalah Roh Kristus. Tidak mungkin
ada Gereja jika tanpa Roh. Kedua, Dasar
Pengharapan, yang terkandung dalam
panggilan Kristen (ayt 4), serta satu iman, batisan karena hanya ada satu
Tuhan. Sebab Tuhan Yesus adalah satu-satunya tumpan iman, pengharapan dan
babtisan. “Orang Kristen dengan pengharapan yang teguh menunggu-nunggu
kedatangan Kristus yang kedua kalinya.”[21] Ketiga, Dasar satu keluarga Kristen, hanya
ada satu keluarga Kristen yang didalamnya terdapat semua orang Kristen (ayt 6),
karena hanya ada satu Bapa. Allah dikenal sebagai Bapak. Semua orang percaya
adalah keluargaNya, Rumah tanggaNya, anak-anakNya yang Dia tebus.
Kesatuan Dalam Kepelbagaian Karunia
Karunia dalam bagian ini terbagi menjadi dua
bagian yakni karunia Kristus dan Karunia-karunia Gereja.[22]
Karunia Kristus adalah karunia yang diberikan kepada semua orang percaya tanpa
terkecuali (Ayat 7). William menyebutnya karunia anugerah.[23]
sedangkan karunia Gereja lebih menekankan pada hubungannya dengan Gereja (Ayat
11).[24] Sebenarnya
bagian ini juga menarik karena memberikan gambaran mengenai organisasi dan pemerintahan
gereja dalam gereja Purba.[25]
Dalam gereja purba, terdapat 4 jenis pengemban tugas pelayanan dalam gereja
yakni: Para Rasul, Para Nabi, Para Evangelis, dan para pendeta dan pengajar.
Setiap pengemban tugas pelayanan ini memiliki fungsi dan wilayah kerja yang
berbeda-beda. Ada pengemban tugas yang wewenang dan wibawahnya menyangkut
seluruh pelayanan gereja. Ada juga tugas yang pelayanannya tidak terbatas di
suatu tempat saja; mereka melaksanakan pelayanan keliling, menurut petunjuk
Roh.[26]
Tujuan Pengemban Tugas yang berbeda
Walaupun dalam jemaat
terdapat berbagai karunia, Paulus menegaskan bahwa tujuan utamanya adalah untuk
memperlengkapi orang-orang Kudus untuk pembangunan tubuh Kristus (Ayat 12). Menarik
bahwa kata yang digunakan untuk “Memperlengkapi” adalah “Katartismon”,
kata ini biasa digunakan dalam bedah-kedokteran, yaitu menyambungkan tulang
yang retak atau menempatkan kembali tulang yang lepas.[27]
Disamping tujuan ini, ada tujuan yang jauh lebih besar yaitu agar warga jemaat
mencapai kemanusiaan yang sempurna. Tujuan dari gereja adalah warganya menjadi
teladan yang baik disekitarnya. Dalam artian bahwa baik pria maupun wanita
dalam gereja hendaknya selalu mencerminkan Kristus di dalam dirinya, sehingga
ketika orang melihat Gereja, Kristus sungguh-sungguh Nampak.
Kehidupan Baru Jemaat (4:17-32; 6:1-9)
Dalam bagian ini terdapat
sebuah paradigma yang baru, bahwa Gereja bukan hanya dituntut untuk mengerti
doktrin yang benar dan praktek dalam jemaat, tetapi juga menuntut jemaat untuk
meninggalkan kehidupan yang lama dan berpaling kepada cara hidup yang baru di
dalam Kristus.
Dalam bagian ini Paulus menekankan hal yang dianggapnya sebagai gaya hidup
yang mencirikan kehidupan orang kafir ( ay.17). Selain memberikan sebuah
prinsip atau dasar teologia, Paulus juga memberikan 6 contoh praktis bagaimana
seharusnya orang percaya hidup dalam komunitas masyarakat. Diantaranya:
Membuang segala dusta dan berkata yang benar (25), Jangan menuruti amarah, tapi
marahlah tanpa menimbulkan dosa, jangan mencuri, bekerjalah dan berdiakonia
(28), berbicaralah demi Tuhan, bukan demi Iblis (29-30), santun, ramah dan
belas kasih (4:31-5:2) dan jangan bergurau tentang seks (5:3,4). Sebenarnya ada
banyak nasehat moral yang bisa dilihat dalam pasal ini yang mana semuanya
merujuk kepada sebuah kesimpulan dalam ayat 20, yakni jemaat diajak untuk
senantiasa menyerahkan hidup dipimpin kepada dasar takut akan Kristus.
Gereja dan Keluarga (5:22-33)
Menarik bahwa
ditengah-tengah pembahasan Paulus mengenai jemaat, Ia juga membahas mengenai
hubungan keluarga. Paulus memahami betul bahwa kesuksesan sebuah keluarga
merupakan kesuksesan jemaat. Ada seorang pengkhotbah berkata, “Keluarga-keluarga
kristen yang kuat akan menciptakan jemaat yang kuat”.[28]
Paulus menggambarkan hubungan
suami istri harus bercermin kepada hubungan antara Kristus dan jemaatNya (23).
Bagian ini merupakan pelajaran penting bagi hubungan suami dan istri, sekaligus
menjadi pelajaran bagi jemaat: bagaimana seharusnya menjalin hubungan dengan
sang kepala jemaat yakni Kristus. Paulus menyebut hal ini sebagai isu yang
besar: “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus
dan jemaat” (32).
Gereja dan kehidupan Sosial (6:1-9)
Menurut penulis, bagian
ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya yang menekankan kehidupan yang
berpusat kepada Kristus. Orang yang menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Kristus
akan memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan dalam bagian ini (Lih. Ay. 1-9).
Gereja yang sejati akan memiliki etika sosial yang baik, baik dalam lingkungan
Persekutuan maupun juga dalam dunia sekuler.
Jemaat dan Perlengkapan Rohani ( 6:10-20)
“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam
Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya” (ayat 10). Kata akhirnya, menunjukkan
kepada kita kesimpulan dari seluruh tesis Paulus dalam suratnya ini. Dalam
bagian awal Paulus telah menjelaskan mengenai Teologi dan praktisnya dan
akhirnya memberikan sebuah solusi bagaimana bisa bertahan dalam kehidupan yang
benar dengan memakai perlengkapan rohani. Kekuatan untuk melawan tantangan
hanya bisa diperoleh di dalam kuasa Yesus. Karena perjuangan di dalam iman
kepada Kristus “Bukan melawan darah dan daging, melainkan
penguasa-penguasa…”.
BAB III
IMPLIKASI PADA GEREJA MASA
KINI
Kepentingan Doktrin yang Alkitabiah
Seperti yang sudah
dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sudah menjadi ciri khas tulisan Paulus
yakni sebelum menyampaikan nasehat-nasehat kepada jemaat, selalu didahului
dengan penjelasan doktrin yang benar. Pengajaran dalam jemaat sangatlah penting.
Penulis berfikir bahwa khotbah selama 1 jam (paling lama) selama satu minggu
sekali tidaklah cukup bagi jemaat untuk memahami kebenaran Alkitab secara baik
dan benar, oleh sebab itu pengajaran sangat penting dalam sebuah sebuah jemaat.
Gereja seharusnya dijadikan sebagai KampusNya Tuhan untuk mengajar jemaat
mengenai ajaran-ajaran Tuhan[29]
(Matius 28:18-20). Di dalam gereja jemaat harus belajar kebenaran sehingga bisa
diamalkan secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari.[30]
Dalam bukunya, Daniel Ronda mengemukakan bahwa
sebenarnya berteologi bukan hanya dilakukan oleh teolog atau para pelayan Tuhan
saja, tetapi juga di gereja untuk semua jemaat. Beliau mengungkapkan beberapa
alassan mengapa berteologi itu penting.[31]
Diantaranya ia menyebutkan bahwa sebenarnya setiap orang Kristen adalah teolog,
teologi adalah bagian yang sangat mendasar dalam pemuridan, teologi menyiapkan
isi dari iman kita, dan teologi menyiapkan pedoman untuk etika Kristen.[32]
Gereja yang tidak memperhatikan pengajaran
yang Alkitabiah menunjukkan gereja itu sebenarnya rapuh. Rupanya masalah ini
pernah dialami oleh jemaat di Galatia, dimana mereka sangat cepat berbalik dari
Injil yang benar kepada Injil yang lain (Gal 1:6). Masalah yang lain adalah
praktik yang Alkitabiah akan sangat ditentukan oleh pemahaman yang benar
tentang ajaran Firman Tuhan yang Alkitabiah. Dengan kata lain tidak mungkin
seseorang akan memunculkan praktek hidup yang benar apabila tidak punya
pemahaman atau dasar teologi yang benar. Itulah sebabnya, dalam surat ini, Paulus
benar-benar memperhatikan kepentingan doktrin Gereja khususnya mengenai
pemahaman Injil yang benar.
Kesatuan Gereja
Pada bab sebelumnya
penulis juga sudah mengungkapkan bagaimana kerinduan Paulus bahwa Jemaat dapat
bersatu walaupun dalam kepelbagaian. Ada orang yang berfikir bahwa Gereja tidak
mungkin mencapai kesatuan oleh karena didunia ini ada banyak sekali denominasi
gereja, seharusnya hanya ada satu denominasi saja baru bisa dikatakan satu.
Sebenarnya ini adalah pandangan yang keliru. Sebenarnya, walaupun gereja di
dunia ini ada ribuan denominasi, tetapi tetap dalam satu tubuh dan satu kepala
yaitu Kristus. Demikian juga dalam hidup berjemaat, walaupun ada berbagai macam
karakter dan latar belakang yang berbeda, tetapi tetap bisa dipersatukan.
Justru dengan kepelbagaian ini akan membuat jemaat menjadi semakin indah dimana
setiap anggota jemaat melaksanakan tanggung jawabnya dan saling mengisi dan
saling memperlengkapi satu dengan yang lainnya.
Cerminan Melalui Perilaku Moral
Salah satu tugas
Panggilan gereja adalah “Bersaksi”. Dotrin yang benar serta hubungan yang baik
dalam jemaat tidaklah cukup untuk mempengaruhi orang-orang yang ada diluar
gereja. Oleh sebab itu, perilaku moral juga sangat penting diperhatikan dalam
kehidupan bergereja. Pemulihan hidup harus selalu menjadi focus dalam pelayanan
Gereja.[33]
perilaku moral yang benar tidak hanya dipraktekkan secara interen saja tetapi harus berdampak keluar
ke dalam masyarakat. Bukan hanya dalam lingkup keluarga tetapi juga dalam
kehidupan bersosial. Hal ini sejalan dengan pesan yang disampaikan oleh penulis
Ibrani: “Berusalahalah hidup berdamai dengan semua orang…” (Ibrani 12:14).
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa salah
ajaran yang tidak bisa dipisahkan dari kitab Efesus adalah mengenai
Eklesiologi. Demikian juga ketika ingin mempelajari doktrin mengenai Gereja,
kitab ini menjadi sumber yang signifikan dalam menyusun sebuah teologi Gereja.
Gereja tidak dapat dipisahkan dari ajaran doktrin.
Pengajaran yang Alkitabiah sangat diperlukan untuk menghadapi isu dan ajaran
sesat yang tidak pernah absen dalam sepanjang perjalanan Gereja. Paulus sangat
menekankan doktrin tentang keselamatan dalam kitab ini sebagai sebuah ajaran
penting dalam sebuah gereja, karena itu gereja tidak boleh sama sekali
mengabaikan pengajaran sebagai bagian dari pemuridan.
Setelah
mengungkapkan ajaran teologis, Paulus mengungkapkan langkah praktis dalam
memenuhi panggilan sebagai umat yang baru. Kesatuan dalam jemaat merupakan
penekanan penting yang bisa dilihat dalam surat ini, sebagai salah satu
interpretasi dari kehidupan yang berlandaskan Kristus sebagai kepala dan jemaat
adalah tubuh. Selanjutnya Paulus menyampaikan beberapa ajaran moral yang bukan
hanya membahas hubungan yang bersifat kedalam- Jemaat, kelaurga, suami-istri,
tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Pengetahuan teologis dan hubungan
yang baik dalam jemaat harus dibarengi dengan perilaku moral yang benar. Paulus
sebelum mengakhiri suratnya, dia berpesan bahwa semuanya ini akan mampu dicapai
oleh orang percaya apabila didasarkan di dalam dan diatas kuasa Kristus.
Bagaimana pun usaha Gereja untuk mencapai sebuah gereja yang sehat, hanya akan
dapat terwujud dalam pimpinan Yesus. Kiranya makalah ini bermanfaat. Yesus
kepala Gereja akan terus memberikan kemampuan untuk hidup dalam kehendakNya.
[2] Andrew Brake, Diktat
Eklesiologi dan Eskatologi (STTJ Makassar: Makassar, 2019),1.
[3] John R.W. Stott, Efesus:
Seri Pemahaman dan penerapan Amanat Alkitab Masa Kini (YKBK: Jakarta,
2003), 11.
[4] Louis Berkhof, Teologi
Sitematika: Doktrin Gereja ( Momentum: Jakarta, 1997),6.
[5] Ibid, 7.
[6] J.L Ch. Abineno, Pokok-pokok
penting dari iman Kristen (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1990), 189
[7] Hasan Sutanto, Perjanjian
Baru Interlinear (YKBK: Lembaga Alkitab Indonesia: Jakarta, 2014),244.
[10] Abraham Park, Sejarah
Penebusan: Pertemuan yang tak Terlupakan ( Jakarta: Yayasan Damai Sejahtera
Utama, 2011), 26.
[11] Matthew Hendry, Surat Galatia, Efesus, Filipi,
Kolose, 1 &2 Tesalonika, 1 & 2 Timotius, Titus, Filemon, (
Momentum: Jakarta, 2015) 134.
[12] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatia, Efesus
(BPK Gunung Mulia:Jakarta,1983), 130
[15] John R.W.
stott, Efesus: Mewujudkan Masyarakat baru di dalam dan melalui Kristus (YKBK:
Jakarta, 2003), 64.
[20] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatia,
Efesus (BPK Gunung Mulia:Jakarta,1983), 211.
[28] Saya mendengar pernyataan ini dalam sebuah khotbah,
tapi itu sudah lama dan saya tidak ingat lagi pembicaranya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar