Senin, 13 Mei 2019

Eskatologi Berdasarkan Kitab Efesus


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah

Kekristenan selalu berkaitan dengan istilah Gereja. Bahkan Orang percaya seringkali diidentikkan dengan Gereja. Artinya, berbicara tentang orang kristen tidak pernah lepas dari Gereja, walaupun Dalam perkembangannya, istilah gereja kini dapat dipahami dalam dua kategori, yakni gereja yang kelihatan dan gereja yang tidak kelihatan. Gereja yang kelihatan adalah gedung dan organisasinya, sedangkan gereja yang tidak kelihatan adalah persekutuan orang percaya dari segala zaman, tempat dan suku bangsa[1]. Dalam teologia Kristen, pengajaran mengenai Gereja disebut “Eklesiologi” (Bahasa Yunani)[2].
Ajaran tentang Gereja mendapat tempat yang cukup penting dalam teologi Kristen. Hal ini bisa dilihat dalam Perjanjian Baru, khususnya ajaran dan surat-surat Paulus sangat banyak membahas tentang Gereja dan bagaimana bergereja. Salah satunya adalah surat Paulus kepada jemaat di Efesus. Surat ini ditulis oleh paulus ketika berada di dalam penjara oleh karena pemberitaan Injil. Surat ini ditujukan kepada jemaat Efesus untuk mendorong pembacanya kagum dan menyembah Allah.[3] Dalam artian jemaat harus menunjukkan pertobatan yang pada akhirnya akan membangun orang percaya sebagai sebuah jemaat atau persekutuan.
Seperti yang diketahui bahwa surat ini tidak ditujukan kepada pribadi, melainkan jemaat, oleh sebab itu surat ini tidak dapat dipisahkan dari Teologi Gereja. Dalam Makalah ini penulis akan membahas Surat Efesus dari sudut pandang Eklesiologi, Oleh karena itu penulis memilih judul Makalah “EKKLESIOLOGI DALAM KITAB EFESUS”. Kiranya melalui makalah ini akan menolong penulis semakin memahami Eklesiologi khususnya dalam kitab Efesus.
BAB II
KAJIAN TEORI
Definisi Gereja Secara Umum
Dalam Perjanjian Baru kata yang digunakan untuk menunjuk kepada jemaat adalah “Ekklesia” yang berasal dari dua kata –ek dan Kaleo yang artinya “Memanggil keluar”.[4] Kata Ekklesia sering ditafsirkan sebagai “Keluar dari sekumpulan orang-orang” sehingga pemakaian kata ini dalam Alkitab menyatakan bahwa gereja terdiri dari orang-orang yang dipanggil keluar dari masyarakat.[5] Menurut Abineno, Persekutuan orang percaya yang disebut “Ekklesia” dalam Perjanjian Baru, adalah persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari dunia mereka yang lama dan dikuduskan, dengan kata lain diasingkan dari persekutuan-persekutuan lain dan digunakan oleh Allah sebagai alat dalam karya penyelamatanNya. Abineno lebih menekankan Gereja pada fungsinya sebagai mitra kerja Allah.[6]
Dalam Surat Efesus Kata “Jemaat” diterjemahkan dari kata Yunani “Ekklesia”, disebutkan sebanyak 9 kali.  Menurut Hasan Sutanto, kata ini dapat diartikan “Dewan, Pertemuan, Jemaah (Orang Israel); Pertemuan jemaat (Kristen).[7] Pada awalnya, kata ini adalah kata umum yang biasa digunakan untuk sebuah perkumpulan, namun semakin lama-semakin mengerucut dan lebih merujuk kepada sebuah perkumpulan Kristen.
Istilah Gereja sendiri merupakan kata serapan dari bahasa Portugis “Igreya” yang dalam bahas Yunani “Kuriake” yang artinya “Milik Tuhan”. Kata ini menekankan kenyataan bahwa Gereja adalah milik Tuhan.[8]  
Eklesiologi dalam Kitab Efesus
            Sebelum menjelaskan Teologi Paulus mengenai Gereja dalam suratnya ini, perlu memahami isi dari keseluruhan kitab ini: Surat ini merupakan rangkuman dari Teologi Paulus, dimana pada bagian awal menggambarkan bagaimana Allah berkarya melalui pengorbanan Kristus serta kuntungan bagi orang yang percaya, oleh sebab itu sebagai umat pilihannya seharusnya setiap orang percaya menjadi bagian dari satu tubuh yaitu jemaat. Selain itu juga pada bagian akhir dari kitab ini juga Paulus memberikan nasehat-nasehat bagaimana orang percaya hidup dalam lingkungan sosial.[9] Surat ini tidak berbeda jauh dengan surat Paulus pada umumnya yang selalu diawali dengan Teologi dan disusul oleh praktikal dari doktrin tersebut. Berikut Penulis akan menguraikan beberapa point Pengajaran Paulus mengenai Gereja dalam Kitab ini.
Doktrin Dalam Jemaat (1:3-3:20)
            Jemaat tidak dapat dipisahkan dari doktrin. Pengajaran mengenai iman Kristen secara khusus tentang Keselamatan oleh Anugerah merupakan topik yang selalu dibahas Paulus dalam setiap surat-suratnya. Bagian ini adalah bagian penting yang harus dipahami dengan baik oleh Jemaat, karena pemahaman akan keselamatan oleh anugerah akan sangat mempengaruhi kehidupan orang percaya secara praktis. Artinya kalau orang percaya sungguh-sungguh paham mengenai Iman Kristen, akan selalu diikuti praktik yang benar. Dalam bagian awal suratnya setelah salam, Paulus memuji Allah oleh karena berkat-berkat rohani yang diperoleh oleh orang percaya di dalam Kristus. Berkat rohani itu tidak lain adalah keselamatan. Ada beberapa penekanan Paulus dalam surat ini:
Keselamatan Oleh Pilihan Allah (1:3-23)
            Pemilihan awal atau predestinasi merupakan tindakan Allah untuk menetapkan orang-orang yang akan dipilihNya untuk diselamatkan. Pemilihan ini terjadi sejak kekekalan dan dilakukan atas kedaulatan Allah secara penuh (ay.4). Menurut Abraham Park, “Takdir mutlak ini bukan berdasarkan pada pekerjaan yang baik, perbuatan mulia... Hanya oleh kehendak Allah yang berdaulat.”[10] Pemilihan ini menunjuk kepada sebagian orang yang dipilih dari sejumlah atau sekumpulan besar umat manusia.[11]
            Dalam bukunya, William Barclay menyebutkan bahwa bagian yang terpenting dalam uraian kedua Paulus ini adalah pada bagian akhir dari perikop ini. Beliau menyebutkan Ada dua hal yang harus merupakan ciri dari gereja yang benar yakni, Kesetiaan kepada Kristus dan kasih kepada sesama manusia.[12] Orang Kristen yang sejati mengasihi Kristus dan sekaligus mengasihi sesamanya. Hal ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
            Dalam bagian ini juga Paulus mengungkapkan kerinduannya terhadap Gereja. Ia berdoa agar Gereja itu dikaruniai Roh Hikmat, agar gereja mendapat wahyu dan pengenalan akan Allah yang lebih banyak dan supaya kuasa Allah berlaku secara baru dalam jemaat. Itulah harapan-harapan Paulus bagi jemaat.[13]
Keselamatan Oleh Kasih Karunia (2:1-10)
            Dalam bagian awal pasal ini, Paulus menjelaskan bagaimana keadaan Jemaat Efesus yang pada dasarnya adalah orang-orang yang malang. Jiwa mereka adalah jiwa yang mati oleh karena dosa dan pelanggaran terhadap Allah (Ayat 1).[14]  Kematian yang dimaksud adalah kematian secara rohani, artinya tidak ada lagi keinginan dalam diri manusia yang berdosa untuk kembali kepada Allah. Keinginannya adalah semata hidup dalam dosa. John Stott menyebutkan bahwa hal ini disebabkan oleh karena manusia sendiri telah bermental dan mermoral serong.[15] Namun dalam ayat selajutnya (ayat 4-10), Paulus melanjutkan pembahasannya mengenai kasih karunia yang mengubahkan melalui Kristus. Dalam ayat 8,9 menegaskan bahwa keselamatan bukan hasil usaha dari manusia. James Montgomery menyebutkan bahwa tidak ada kontribusi apapun yang manusia lakukan sehingga beroleh keselamatan.[16]
Dipersatukan Dengan Kristus (2:11-22)
            Selanjutnya, orang percaya seharusnya memahami bahwa detik pertama ketika seseorang telah menjadi bagian dalam keluarga Allah, dirinya telah dipersatukan dengan Kristus. Artinya, dengan percaya kepada Kristus, semua apa yang ada di dalam Kristus, kebenaranNya, kesucianNya, kekudusanNya, KematianNya, dll menjadi milik orang percaya juga. Demikian juga dengan semua dosa dan ketidak benaran manusia telah dipikul dan di tanggung Yesus Kristus diatas kayu salib.[17] Hubungan ini seperti hubungan seorang suami istri.
Jemaat Sebagai Tubuh Kristus (4:1-16)
Akhirnya, penulis tiba pada pembahasan penting dalam makalah ini. Dalam bagian ini Paulus secara khusus membicarakan mengenai gereja atau jemaat secara Praktis. Dalam bagian sebelumnya, Paulus telah banyak membahas mengenai doktrin, bagian ini diawali dengan sebuah kalimat peralihan, “Sebab itu Aku menasihatkan kamu…” Sebab yang mana? Kalimat ini tentu merujuk kepada tiga pasal pertama dari surat ini. Peter berpendapat bahwa Paulus bermaksud untuk menasihatkan jemaat supaya menjalani hidup sesuai dengan tujuan dan panggilan hidup mereka yang berkaitan dengan penyelamatan.[18] Ada beberapa nasihat Paulus yang penulis rangkum dalam beberapa bagian.
Kesatuan Dalam jemaat
            Nasehat kesatuan jemaat diawali dengan nasehat moral yakni, rendah hati, sabar, lemah lembut dan saling menanggung/membantu. Menurut Peter, nasehat ini muncul karena mereka perlu mencapai tujuan dari nasehat tersebut.[19] Dengan kata lain ada tujuan yang lebih tinggi, yakni adalah hidup dalam kesatuan Roh (Ay 3). Tujuan itu tidak akan tercapai kalau mereka tidak hidup dalam karakter yang telah disebutkan. Kesatuan Roh harus dipelihara oleh ikatan damai sejahtera (Ay 2). John Stott menyebutkan bahwa  memelihara kesatuan Roh dalam damai sejahtera berarti memeliharanya dalam wujud nyata. Orang percaya wajib memperlihatkan kesatuan itu nyata dalam wujud konkrit, supaya dunia menyaksikan hal itu sebagai realitas yang penuh kebenaran.
Dasar Kesatuan
            Menurut John Stott, Penekanan atau pengulangan bilangan “satu” sampai tujuh kali dalam 4 ayat patut mendapat perhatian. William Barclay menyebutnya sebagai dasar kesatuan[20]. Tujuh dasar ini dapat di nyatakan dalam tiga kebenaran Pertama, Dasar satu tubuh, Gereja adalah tubuh dan Kristus adalah kepala Gereja. Sebuah tujuan akan tercapai apabila ada satu kesatuan yang koordinir oleh otak. Artinya, kesatuan Gereja sangat penting untuk pekerjaan Kristus. Satu tubuh oleh karena satu Roh. Kata “Pneuma” dapat diterjemahkan Roh atau nafas. Jika nafas itu tidak ada dalam tubuh, maka tubuh itu akan mati. Nafas kehidupan tubuh Gereja adalah Roh Kristus. Tidak mungkin ada Gereja jika tanpa Roh. Kedua, Dasar Pengharapan,  yang terkandung dalam panggilan Kristen (ayt 4), serta satu iman, batisan karena hanya ada satu Tuhan. Sebab Tuhan Yesus adalah satu-satunya tumpan iman, pengharapan dan babtisan. “Orang Kristen dengan pengharapan yang teguh menunggu-nunggu kedatangan Kristus yang kedua kalinya.”[21] Ketiga, Dasar satu keluarga Kristen, hanya ada satu keluarga Kristen yang didalamnya terdapat semua orang Kristen (ayt 6), karena hanya ada satu Bapa. Allah dikenal sebagai Bapak. Semua orang percaya adalah keluargaNya, Rumah tanggaNya, anak-anakNya yang Dia tebus.



Kesatuan Dalam Kepelbagaian Karunia
               Karunia dalam bagian ini terbagi menjadi dua bagian yakni karunia Kristus dan Karunia-karunia Gereja.[22] Karunia Kristus adalah karunia yang diberikan kepada semua orang percaya tanpa terkecuali (Ayat 7). William menyebutnya karunia anugerah.[23] sedangkan karunia Gereja lebih menekankan pada hubungannya dengan Gereja (Ayat 11).[24] Sebenarnya bagian ini juga menarik karena memberikan gambaran mengenai organisasi dan pemerintahan gereja dalam gereja Purba.[25] Dalam gereja purba, terdapat 4 jenis pengemban tugas pelayanan dalam gereja yakni: Para Rasul, Para Nabi, Para Evangelis, dan para pendeta dan pengajar. Setiap pengemban tugas pelayanan ini memiliki fungsi dan wilayah kerja yang berbeda-beda. Ada pengemban tugas yang wewenang dan wibawahnya menyangkut seluruh pelayanan gereja. Ada juga tugas yang pelayanannya tidak terbatas di suatu tempat saja; mereka melaksanakan pelayanan keliling, menurut petunjuk Roh.[26]
Tujuan Pengemban Tugas yang berbeda
            Walaupun dalam jemaat terdapat berbagai karunia, Paulus menegaskan bahwa tujuan utamanya adalah untuk memperlengkapi orang-orang Kudus untuk pembangunan tubuh Kristus (Ayat 12). Menarik bahwa kata yang digunakan untuk “Memperlengkapi” adalah “Katartismon”, kata ini biasa digunakan dalam bedah-kedokteran, yaitu menyambungkan tulang yang retak atau menempatkan kembali tulang yang lepas.[27] Disamping tujuan ini, ada tujuan yang jauh lebih besar yaitu agar warga jemaat mencapai kemanusiaan yang sempurna. Tujuan dari gereja adalah warganya menjadi teladan yang baik disekitarnya. Dalam artian bahwa baik pria maupun wanita dalam gereja hendaknya selalu mencerminkan Kristus di dalam dirinya, sehingga ketika orang melihat Gereja, Kristus sungguh-sungguh Nampak.
Kehidupan Baru Jemaat (4:17-32; 6:1-9)
            Dalam bagian ini terdapat sebuah paradigma yang baru, bahwa Gereja bukan hanya dituntut untuk mengerti doktrin yang benar dan praktek dalam jemaat, tetapi juga menuntut jemaat untuk meninggalkan kehidupan yang lama dan berpaling kepada cara hidup yang baru di dalam Kristus.
Dalam bagian ini Paulus menekankan hal yang dianggapnya sebagai gaya hidup yang mencirikan kehidupan orang kafir ( ay.17). Selain memberikan sebuah prinsip atau dasar teologia, Paulus juga memberikan 6 contoh praktis bagaimana seharusnya orang percaya hidup dalam komunitas masyarakat. Diantaranya: Membuang segala dusta dan berkata yang benar (25), Jangan menuruti amarah, tapi marahlah tanpa menimbulkan dosa, jangan mencuri, bekerjalah dan berdiakonia (28), berbicaralah demi Tuhan, bukan demi Iblis (29-30), santun, ramah dan belas kasih (4:31-5:2) dan jangan bergurau tentang seks (5:3,4). Sebenarnya ada banyak nasehat moral yang bisa dilihat dalam pasal ini yang mana semuanya merujuk kepada sebuah kesimpulan dalam ayat 20, yakni jemaat diajak untuk senantiasa menyerahkan hidup dipimpin kepada dasar takut akan Kristus.
Gereja dan Keluarga (5:22-33)
            Menarik bahwa ditengah-tengah pembahasan Paulus mengenai jemaat, Ia juga membahas mengenai hubungan keluarga. Paulus memahami betul bahwa kesuksesan sebuah keluarga merupakan kesuksesan jemaat. Ada seorang pengkhotbah berkata, “Keluarga-keluarga kristen yang kuat akan menciptakan jemaat yang kuat”.[28]
            Paulus menggambarkan hubungan suami istri harus bercermin kepada hubungan antara Kristus dan jemaatNya (23). Bagian ini merupakan pelajaran penting bagi hubungan suami dan istri, sekaligus menjadi pelajaran bagi jemaat: bagaimana seharusnya menjalin hubungan dengan sang kepala jemaat yakni Kristus. Paulus menyebut hal ini sebagai isu yang besar: “Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat” (32).
Gereja dan kehidupan Sosial (6:1-9)
            Menurut penulis, bagian ini merupakan penjelasan dari ayat sebelumnya yang menekankan kehidupan yang berpusat kepada Kristus. Orang yang menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Kristus akan memiliki ciri-ciri seperti yang disebutkan dalam bagian ini (Lih. Ay. 1-9). Gereja yang sejati akan memiliki etika sosial yang baik, baik dalam lingkungan Persekutuan maupun juga dalam dunia sekuler.  
Jemaat dan Perlengkapan Rohani ( 6:10-20)
             Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya” (ayat 10). Kata akhirnya, menunjukkan kepada kita kesimpulan dari seluruh tesis Paulus dalam suratnya ini. Dalam bagian awal Paulus telah menjelaskan mengenai Teologi dan praktisnya dan akhirnya memberikan sebuah solusi bagaimana bisa bertahan dalam kehidupan yang benar dengan memakai perlengkapan rohani. Kekuatan untuk melawan tantangan hanya bisa diperoleh di dalam kuasa Yesus. Karena perjuangan di dalam iman kepada Kristus “Bukan melawan darah dan daging, melainkan penguasa-penguasa…”.
           
           





BAB III
IMPLIKASI PADA GEREJA MASA KINI
Kepentingan Doktrin yang Alkitabiah
            Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sudah menjadi ciri khas tulisan Paulus yakni sebelum menyampaikan nasehat-nasehat kepada jemaat, selalu didahului dengan penjelasan doktrin yang benar. Pengajaran dalam jemaat sangatlah penting. Penulis berfikir bahwa khotbah selama 1 jam (paling lama) selama satu minggu sekali tidaklah cukup bagi jemaat untuk memahami kebenaran Alkitab secara baik dan benar, oleh sebab itu pengajaran sangat penting dalam sebuah sebuah jemaat. Gereja seharusnya dijadikan sebagai KampusNya Tuhan untuk mengajar jemaat mengenai ajaran-ajaran Tuhan[29] (Matius 28:18-20). Di dalam gereja jemaat harus belajar kebenaran sehingga bisa diamalkan secara konkrit dalam kehidupan sehari-hari.[30]
Dalam bukunya, Daniel Ronda mengemukakan bahwa sebenarnya berteologi bukan hanya dilakukan oleh teolog atau para pelayan Tuhan saja, tetapi juga di gereja untuk semua jemaat. Beliau mengungkapkan beberapa alassan mengapa berteologi itu penting.[31] Diantaranya ia menyebutkan bahwa sebenarnya setiap orang Kristen adalah teolog, teologi adalah bagian yang sangat mendasar dalam pemuridan, teologi menyiapkan isi dari iman kita, dan teologi menyiapkan pedoman untuk etika Kristen.[32]
             Gereja yang tidak memperhatikan pengajaran yang Alkitabiah menunjukkan gereja itu sebenarnya rapuh. Rupanya masalah ini pernah dialami oleh jemaat di Galatia, dimana mereka sangat cepat berbalik dari Injil yang benar kepada Injil yang lain (Gal 1:6). Masalah yang lain adalah praktik yang Alkitabiah akan sangat ditentukan oleh pemahaman yang benar tentang ajaran Firman Tuhan yang Alkitabiah. Dengan kata lain tidak mungkin seseorang akan memunculkan praktek hidup yang benar apabila tidak punya pemahaman atau dasar teologi yang benar. Itulah sebabnya, dalam surat ini, Paulus benar-benar memperhatikan kepentingan doktrin Gereja khususnya mengenai pemahaman Injil yang benar.
Kesatuan Gereja
            Pada bab sebelumnya penulis juga sudah mengungkapkan bagaimana kerinduan Paulus bahwa Jemaat dapat bersatu walaupun dalam kepelbagaian. Ada orang yang berfikir bahwa Gereja tidak mungkin mencapai kesatuan oleh karena didunia ini ada banyak sekali denominasi gereja, seharusnya hanya ada satu denominasi saja baru bisa dikatakan satu. Sebenarnya ini adalah pandangan yang keliru. Sebenarnya, walaupun gereja di dunia ini ada ribuan denominasi, tetapi tetap dalam satu tubuh dan satu kepala yaitu Kristus. Demikian juga dalam hidup berjemaat, walaupun ada berbagai macam karakter dan latar belakang yang berbeda, tetapi tetap bisa dipersatukan. Justru dengan kepelbagaian ini akan membuat jemaat menjadi semakin indah dimana setiap anggota jemaat melaksanakan tanggung jawabnya dan saling mengisi dan saling memperlengkapi satu dengan yang lainnya.
Cerminan Melalui Perilaku Moral
            Salah satu tugas Panggilan gereja adalah “Bersaksi”. Dotrin yang benar serta hubungan yang baik dalam jemaat tidaklah cukup untuk mempengaruhi orang-orang yang ada diluar gereja. Oleh sebab itu, perilaku moral juga sangat penting diperhatikan dalam kehidupan bergereja. Pemulihan hidup harus selalu menjadi focus dalam pelayanan Gereja.[33] perilaku moral yang benar tidak hanya dipraktekkan secara      interen saja tetapi harus berdampak keluar ke dalam masyarakat. Bukan hanya dalam lingkup keluarga tetapi juga dalam kehidupan bersosial. Hal ini sejalan dengan pesan yang disampaikan oleh penulis Ibrani: “Berusalahalah hidup berdamai dengan semua orang…” (Ibrani 12:14).


BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa salah ajaran yang tidak bisa dipisahkan dari kitab Efesus adalah mengenai Eklesiologi. Demikian juga ketika ingin mempelajari doktrin mengenai Gereja, kitab ini menjadi sumber yang signifikan dalam menyusun sebuah teologi Gereja.
Gereja tidak dapat dipisahkan dari ajaran doktrin. Pengajaran yang Alkitabiah sangat diperlukan untuk menghadapi isu dan ajaran sesat yang tidak pernah absen dalam sepanjang perjalanan Gereja. Paulus sangat menekankan doktrin tentang keselamatan dalam kitab ini sebagai sebuah ajaran penting dalam sebuah gereja, karena itu gereja tidak boleh sama sekali mengabaikan pengajaran sebagai bagian dari pemuridan.
Setelah mengungkapkan ajaran teologis, Paulus mengungkapkan langkah praktis dalam memenuhi panggilan sebagai umat yang baru. Kesatuan dalam jemaat merupakan penekanan penting yang bisa dilihat dalam surat ini, sebagai salah satu interpretasi dari kehidupan yang berlandaskan Kristus sebagai kepala dan jemaat adalah tubuh. Selanjutnya Paulus menyampaikan beberapa ajaran moral yang bukan hanya membahas hubungan yang bersifat kedalam- Jemaat, kelaurga, suami-istri, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat. Pengetahuan teologis dan hubungan yang baik dalam jemaat harus dibarengi dengan perilaku moral yang benar. Paulus sebelum mengakhiri suratnya, dia berpesan bahwa semuanya ini akan mampu dicapai oleh orang percaya apabila didasarkan di dalam dan diatas kuasa Kristus. Bagaimana pun usaha Gereja untuk mencapai sebuah gereja yang sehat, hanya akan dapat terwujud dalam pimpinan Yesus. Kiranya makalah ini bermanfaat. Yesus kepala Gereja akan terus memberikan kemampuan untuk hidup dalam kehendakNya.


[1] Erastus Sabdono, Apakah Gereja Itu? (Rehobot Ministry:Jakarta, 2016), 3.
[2] Andrew Brake, Diktat Eklesiologi dan Eskatologi (STTJ Makassar: Makassar, 2019),1.
[3] John R.W. Stott, Efesus: Seri Pemahaman dan penerapan Amanat Alkitab Masa Kini (YKBK: Jakarta, 2003), 11.
[4] Louis Berkhof, Teologi Sitematika: Doktrin Gereja ( Momentum: Jakarta, 1997),6.
[5] Ibid, 7.
[6] J.L Ch. Abineno, Pokok-pokok penting dari iman Kristen (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1990), 189
[7] Hasan Sutanto, Perjanjian Baru Interlinear (YKBK: Lembaga Alkitab Indonesia: Jakarta, 2014),244.
[8] Ibid,.
[9] LAI, Alkitab Edisi Studi, (Lembaga Alkitab Indonesia: Jakarta, 2014), 1916.
[10] Abraham Park, Sejarah Penebusan: Pertemuan yang tak Terlupakan ( Jakarta: Yayasan Damai Sejahtera Utama, 2011), 26.
[11] Matthew Hendry, Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 &2 Tesalonika, 1 & 2 Timotius, Titus, Filemon, ( Momentum: Jakarta, 2015) 134.
[12] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatia, Efesus (BPK Gunung Mulia:Jakarta,1983), 130
[13] Ibid, 136.
[14] Matthew Hendry, 148
[15] John R.W. stott, Efesus: Mewujudkan Masyarakat baru di dalam dan melalui Kristus (YKBK: Jakarta, 2003), 64.
[16] James M. Boice, Dasar-dasar Iman Kristen ( Surabaya: Momentum, 2015), 474
[17] Ide ini saya dapat dari dosen, Pak Kristofel Luthy.
[18] Peter T. Obrien, Surat Efesus (Momentum: Jakarta, 2013), 336.
[19] Ibid,.
[20] William Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Galatia, Efesus (BPK Gunung Mulia:Jakarta,1983), 211.
[21] John, RW Stott, 145.
[22] Donald Guthrie,dkk, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1983), 616.
[23] William Barclay, 215.
[24] Donald Guthrie,dkk, Tafsiran Alkitab Masa Kini 3, (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 1983), 617.
[25] William Barclay, 219.
[26] Ibid., 217.
[27] Ibid.,223
[28] Saya mendengar pernyataan ini dalam sebuah khotbah, tapi itu sudah lama dan saya tidak ingat lagi pembicaranya.
[29] Erastus Sabdono, Gereja Hari ini ( Rehobot Literatur: Jakarta, 2016), 30.
[30] Ibid,.
[31] Daniel Ronda, Dasar teologia Yang Teguh, ( STTJ Makassar: Makassar, 2013), 2.
[32] Ibid,.
[33] Erastus Sabdono, 34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar